Penulis: Okky Madasari
Menariknya Naskah Ini:
Ini adalah naskah ke-20 yang berjaya Patung Beruang selesaikan pembacaannya pada malam tadi, Alhamdulillah.
Walaupun momentum membaca Patung Beruang sudah hampir kembali ke asal, malangnya momentum menulis book review masih tidak kunjung tiba. Oleh itu, hari demi hari makin banyak book review yang pending. Insya-Allah, Patung Beruang akan cuba selesaikan seberapa banyak untuk tahun ini. Bersabarlah ye..
Ini adalah pertama kali Patung Beruang membaca karya penulis Indonesia bernama Okky Madasari. Beliau adalah antara penulis wanita terkenal Indonesia dimana karya-karya sering menyuarakan kritikan sosial masyarakat disana.
Blurb:
"Entrok merupakan kisah perempuan daripada dua generasi yang berdepan dengan segala penindasan dan ketidakadilan daripada masyarakat, negara dan bahkan orang agama. Namun Entrok bukan tentang kepasrahan dan ketidakupayaan perempuan, melainkan rakaman kesungguhan si ibu dan anak untuk memahami persekitarannya dan bangkit menguasai serta menentukan hidup mereka.
Entrok merupakan pengkisahan masyarakat terbawah terhadap perubahan sosial yang berlaku dalam sejarah panjang masyarakat Indonesia pasca merdeka, khasnya ketika era Orde Baru."
Entrok (yang bermaksud baju dalam wanita, dalam bahasa Jawa) mengisahkan kehidupan Marni, seorang wanita desa yang membesar dalam kemiskinan, buta huruf, namun bercita-cita mahu hidup lebih baik. Dia bekerja keras sehingga menjadi seorang peniaga, pemilik tanah dan kebun, mampu berdikari dari segi kewangan. Namun, kejayaannya itu datang dengan pertaruhan - terpaksa tunduk kepada sistem yang korup dan penuh penindasan dari lelaki-lelaki yang merupakan golongan badan beruniform, anggota kerja kerajaan, ahli agama etc.
Anaknya, Rahayu, pula membesar dalam suasana yang berbeza. Dia berpendidikan, lebih moden, dan sangat teguh dengan ajaran agama. Namun, hubungan ibu dan anak ini renggang. Rahayu mempersoalkan cara hidup ibunya yang masih terikat pada kepercayaan animisme dan menjalankan perniagaan meminjam wang kepada penduduk yang memerlukan. Rahayu juga berdepan dilema antara kasih seorang anak dan prinsip yang diyakininya.
Latar cerita Marni dan Rahayu ini beralun dari zaman penjajahan, Orde Baru, hingga ketegangan sosial-politik Indonesia.
Bagi Patung Beruang, naskah Entrok ini kuat dari segi kritikan sosial dan politik, memperlihatkan bagaimana wanita, terutama dari golongan bawahan, berdepan tekanan berlapis-lapis; dari keluarga, masyarakat dan juga negara.
Marni mewakili suara perempuan yang mencari ruang kebebasan dalam dunia lelaki. Walaupun tidak bersekolah, dia bijak membaca keadaan dan membina kehidupan sendiri. Rahayu pula mewakili konflik generasi muda yang cuba memahami nilai hidup antara agama, keluarga dan realiti sosial. Konflik antara dua watak ini memberikan kekuatan emosional kepada jalan cerita.
Antara petikan yang Patung Beruang gemari adalah:
- "Duh, Gusti Allah, kalau memang Kau Maha Mengetahui, Kau pasti tahu tak ada niatku untuk tidak menyembah-Mu, untuk menjadi berbeza dibanding anakku dan orang-orang lain itu. Tapi bagaiman aku bisa menyembah-Mu kalau kita memang tidak pernah kenal?
- Anakku sekolah tinggi sekali, pintar, tapi kok begitu bodoh. Bagaimana ibunya yang tidak pernah sekolah ini tahu tentang Gusti Allah, hafal doa-doa Arab itu, lha wong tahu saja tidak? Masa aku yang sejak kecil diajar nyuwun pada Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa tiba-tiba harus menghentikan semuanya. Ealah... Nduk, sekolah kok malah membuatmu tidak menjadi manusia.
- Kita sama, Koh. Sendiri dan sepi di tengah orang-orang yang mencaci maki. Mereka kata aku pencari pesugihan dan lintah darat. Orang-orang itu kata kamu pemuja naga yang tak beragama. Katanya kamu pelanggar aturan negara. Kita sama-sama terhukum, Koh. Kamu dihukum orang-orang berseragam. Aku dihukum tetangga-tetanggaku sendiri yang datang padaku saat perlu pinjaman wang, yang ikut menonton TV yang kubeli dari wang yang kata mereka tidak halal. Kata mereka kita sedang mendapat karma."
Patung Beruang suka dengan penulisan Okky Madasari yang bersahaja namun tajam. Bahasa yang digunakan tidak berbunga-bunga, tetapi cukup kuat untuk menyentuh isu penting seperti kemiskinan, korupsi, diskriminasi gender dan authoritarianism.
Malah tajuk Entrok itu sendiri menjadi simbol kepada beban yang tersembunyi dan perjuangan wanita dalam diam.
Naskah ini bukan sekadar kisah dua wanita. Ia adalah cerminan realiti masyarakat Indonesia dan dunia, tentang bagaimana sistem menekan mereka yang lemah. Bacaan yang sangat disyorkan bagi mereka yang mencari karya sastera yang membuka mata dan menyentuh hati...


No comments:
Post a Comment